Tuesday, January 7, 2014

Jejak Teroris di Indonesia: Dari NII, Bermuara di Abu Bakar Baasyir


Tahun 2009, pentolan teroris Noordin M Top ditangkap pasca tragedi bom besar melanda Jakarta, JW Marriot dan Ritz Carlton. Perlahan gerakan teror yang dimotori kelompok Jamaah Islamiaj (JI) mengendur.

Namun pada tahun yang sama beberapa pentolan teroris seperti Dulmatin, Abu Tholut, dan Umar Patek muncul pasca pemenjaraan dan berada di kem pelatihan teror di Mindanau, Filipina Selatan. Mereka membuat 'reuni' guna melancarkan aksi terornya dalam penegakan Syariat Islam di Indonesia.

Menurut Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Irjen (Purn) Ansyaad Mbai, pentolan-pentolan itu kemudian bertemu di Aceh. Wilayah yang dilanda konflik bersenjata itu kemudian dijadikan basis pelatihan teror. **

"Siap yang desain itu? Abu Bakar Baaayir," kata Ansyaad di Jakarta, Kamis (19/12/2013). Baasyir divonis 15 tahun karena terbukti terlibat dalam pelatihan teror di Aceh.

Setelah aparat mengobrak-abrik kem pelatihan Aceh, beberapa sel teroris lari keluar Aceh. Sebagian lagi melakukan fa'i dalam menggalang dana teror.

Sebagian dari mereka menyebar sampai ke Jakarta. Mereka berkembang dan membuat gagasan baru untuk menjadikan Poso sebagai basis pergerakan. Gagasan itu muncul setelah melihat kegagalan di Aceh.

Abu Omar menjadi motor dalam gerakan teror pasca pengungkapan kem teror di Aceh. Abu Omar tercatat pernah melakukan upaya pembunuhan terhadap Wakil Ketua MPR Matori Abdul Jalil, bersama Sartono.

Abu Omar alias Indra Kusuma alias Andi Yunus alias Nico Salman ditangkap Juli 2011 di Jakarta. Dia berperan sebagai penyelundup senjata dari Filipina Selatan.

Sementara Sartono adalah ayah kandung Farhan, teroris yang tewas dalam penyergapan di Solk September 2012 lalu. Farhan sendiri tergabung dalam Hisbah Solo yang merupakan sayap gerakan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) pimpinan Abu Bakar Baasyir.

Kelompok ini berkembang ke Indonesia Timur seperti di NTB dan Sulawesi Selatan. Di Sulsel kelompok ini berupaya membunuh Gubernur Sulsel Yasin Limpo.

Di Poso kelompok ini membunuh dan mengguburkan satu liang dua polisi. Di Jakarta, sel ini melakukan perampokan di Tambora. Di Beji Depok, laboratorium perakitan bom dibuat.

"Kalau dikristalkan, Abu Omar bukan JI atau JAT, dia NII. Antara NII, JI, JAT sebetulnya bukan yang terlalu beda. JI sempalan NII. Abu Bakar Baasyir posisinya Menteri Kehakiman NII saat membentuk JI. Tokoh di JI ada kaitan dgn struktur NII. Begitu JI ketahuan menjelma JAT, barangnya itu-itu juga, tokohnya itu-itu juga," kata Ansyaad.

Menurut Ansyaad, kelompok teror kerap berganti-ganti nama kelompoknya. Hal ini demi menghindari kejaran petugas atau mengecoh penyelidikan aparat.

"Nama sekarang sudah tidak relevan, berbagai macam mereka gunakan nama untuk menghindari petugas.
Yang jelas mereka kelompok teroris," tegas
Indonesia, menurut Ansyaad, tergolong lunak dalam upaya pemberantasan terorisme. Dia membandingkan dengan pemerintah Malaysia yang menggunakan militer dalam operasi terorisme di Sabah beberapa waktu lalu.

Sementara Indonesia masih menggunakan pendekatan penegakkan hukum dengan menggedepankan kepolisian.

"Kita konsisten penegakan hukum," kata Ansyaad.

"Kita tidak memusuhi apa yang mereka perjuangkan, menegakan Syariat Islam. Kita semua muslim, menghormati itu. Kita tidak suka kekerasannya itu," ujar Ansyaad.

Sumber: http://news.detik.com/read/2013/12/19/204923/2447205/10/jejak-teroris-di-indonesia-dari-nii-bermuara-di-abu-bakar-baasyir

** Catatan: Asbirin Maulana owner Yayasan Manunggal Bangsa Malang dan TK SD Unggulan Al Yaklu Malang, menurut sumber intelejen melarikan diri ke Aceh setelah penggrebekan oleh Polresta Malang dan Kodim Malang.