Tuesday, January 7, 2014

TERORIS INDONESIA BERBISNIS NARKOBA?



Kasus
Kelompok Fadli Sadama merupakan kelompok Medan spesialis melakukan aksi perampokan Bank (fa’i) untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan pelatihan paramiliter dan aksi terorisme. Fadli adalah narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Tanjung Gusta, Medan yang melarikan diri pasca kerusuhan dipenjara itu pada 11 Juli 2013. Berdasarkan hasil pengembangan Fadli Sadana setelah dideportasi dari Malaysia ke Indonesia kemudian jaringannya terus dibongkar dan akhirnya banyak diantaranya yang berhasil ditangkap. 

Pada 17 Desember 2013 berhasil ditangkap tiga teroris jaringan kelompok Fadli Sadana di Medan yaitu Hayat, Fahrul Rozi dan Tomas. Ketiganya ditangkap di Jalan Raya Veteran, Medan ketika mengendarai motor. Penangkapan ini masih satu rangkaian dengan pengungkapan teroris di Lamongan, Bima, Bekasi dan Sukabumi. Peranan mereka adalah sebagai sel pelindung yang ikut serta menyembunyikan Fadli Sadana setelah kabur dari LP Tanjung Gusta. Mereka juga terlibat dalam aksi-aksi perampokan kelompok ini; Tomas terlibat perampokan Bank Mustika dan Bank Mandiri (2008), dan Bank CIMB Niaga Medan (2010). Fahrul Rozi terkait dengan perampokan di Bank mandiri dan Bank CIMB Niaga Medan. Sedangkan Fadli Sadana dan Toni Togar (pimpinan teroris Medan yang kini mendekam di LP Nusakambangan) pernah terlibat dalam konflik di Ambon, Maluku pada 2001. Setelah selesai konflik di Ambon, Fadli ikut aktif dalam aksi-aksi terorisme dengan kelompok Medan. 

Pada 2003 Fadli Sadana terlibat perampokan Bank Lippo di Jalan Dr. Mansyur, Medan. Pada 2007 Fadli Sadana ke Malaysia untuk berbisnis narkoba. Pada 2008 kelompok Fadli merampok money changer di daerah Katamso, Medan. Dalam aksi tersebut Fadli bertindak sebagai eksekutor. Kelompok Fadli Sadana masih terkait dengan jaringan kelompok Thoriq yang terkait ledakan bom di Beji, Depok dan Tambora pada 2012.


ANALISIS

Kelompok Fadli Sadana, Medan merupakan kelompok yang bergerak spesialis bertugas untuk pengumpulan dana dan kekayaan melalui perampokan (fa’i) sama seperti yang dilakukan oleh kelompok Abu Roban. Modus operandinya hampir sama, yaitu menggunakan senjata api, dan sasarannya adalah bank. Kelompok ini melakukan pengumpulan dana untuk mendukung pelatihan paramiliter yang ada di Gunung Jalin Jantho, Aceh Besar pimpinan Abu Tholud dan restu dari Abu Bakar Ba’asyir.
 
Sehingga apabila ditelusuri kelompok-kelompok teroris di Indonesia saat ini terpecah-pecah dalam kelompok kecil yang bersifat lokal, tetapi saling terhubung dalam suatu jaringan besar yang bersentral pada kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MTI) pimpinan Santoso alias Abu Mardah di Poso.

Tetapi yang berbeda dari kelompok Fadli Sadana ini, selain melakukan pengumpulan dana melalui perampokan (fa’i) ternyata juga melakukan bisnis narkoba. Ini menjadi sesuatu yang baru dari strategi teroris dalam pengumpulan dana. Bisa dikatakan ini sesuatu yang tidak biasanya di luar kewajaran dalam konteks terorisme Islam politik di Indonesia. Pemahaman terorisme di Indonesia spesifik berbeda dengan terorisme-terorisme di negara lain. Teroris Indonesia ada pakemnya. Teroris di Indonesia berangkat dan berakar dari pemahaman ideologi Islam yang memiliki cita-cita menegakkan syari’at Islam dalam kehidupan masyarakat dan bernegara. Meskipun dinilai aksi-aksi terorismenya dianggap sebagai aksi kekerasan dan melanggar hukum, tetapi mereka tetap menggunakan ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari ayat-ayat Al Qur’an dan Hadis sebagai dasar dan pembenarannya. Sehingga tidak mungkin apabila kelompok teroris melakukan aksi yang jelas-jelas diharamkan dalam ajaran Islam, karena salah satu gerakan yang dilakukannya adalah anti kemaksiatan atau perang terhadap kemaksiatan.

Misalnya aksi membunuh dengan bom bunuh diri. Diperbolehkan karena anggapan pembenarannya adalah memerangi membunuh orang kafir dan darah orang kafir adalah halal. Sedangkan pengantinnya adalah sahid karena berjuang di jalan Allah dan akan mendapatkan pahala surga. Perampokan dihalalkan karena dianggap sebagai fa’i yaitu harta rampasan dari orang kafir tanpa peperangan yang merujuk dulu juga pernah dilakukan pada masa perjuangan Nabi Muhammad. Tetapi apabila hal yang dilakukan itu jelas-jelas dinyatakan tidak boleh atau haram tidak akan dilakukan. Narkoba termasuk dalam katagori khomar sama dengan arak atau alkohol yang dinyatakan haram dan dilarang ajaran Islam. Apabila teroris yang benar-benar berpegang pada pakemnya pasti tidak akan pernah melakukan perbuatan haram tersebut. Oleh karena itu terbukanya adanya kelompok teroris Indonesia yang melakukan bisnis narkoba untuk membiayai aksi terorismenya ini ada tiga kemungkinan gejala penyebabnya;

1. Teroris Indonesia saat ini sudah tidak memegang pakemnya lagi, karena merupakan kumpulan anggota-anggota baru yang secara pemahaman akidah ajaran Islamnya sangat lemah. Berbeda dengan tokoh-tokoh tua (lama) yang secara ideologis meresapi tentang ajaran syari’at Islam.

2. Teroris Indonesia telah ditunggangi oleh kelompok-kelompok yang sebenarnya kriminal biasa, dalam arti sesungguhnya tidak betul-betul memperjuangkan cita-citanya menegakkan syari’at Islam atau NII (Negara Islam Indonesia), tetapi merupakan gerombolan atau kelompok perampok yang mengatas-namakan teroris. Tujuan sesuangguhnya hanyalah mendapatkan kekayaan, Fa’i, uang/ financial hanya untuk diri pribadinya.

3.  Dapat juga bisnis narkoba yang dilakukan sebagai indikator bahwa teroris Indonesia saat ini sudah frustasi untuk mendapatkan dana besar yang sesuai dengan pakemnya karena tekanan aparat. Sehingga dengan terpaksa menghalalkan segala cara untuk mendapatkan dana besar meskipun itu harus keluar dari pakemnya yaitu berbisnis narkoba.

REKOMENDASI

Pemerintah (BNPT) perlu segera menindaklanjuti temuan ini dengan bekerja sama dengan Badan Narkoba Nasional (BNN) untuk mencegah terorisme masuk dalam jaringan bisnis narkoba (Internasional). Bila ini sampai terjadi akan sangat berbahaya karena terorisme Indonesia sudah tidak memegang pakemnya lagi dan sulit untuk dideteksi. Masuk dalam jaringan bisnis narkoba akan mendatangkan dana yang sangat besar untuk dapat digunakan membiayai aksi terorisme. Selain itu jaringan terorisme dapat mendompleng masuk melalui jaringan bisnis narkoba transnasional (Internasional) untuk memperluas aksesnya. Penanggulangannyapun akan jauh lebih sulit karena kelompok teroris melebur menjadi kelompok jaringan narkoba. Semakin sulit menentukan motifnya bila aktivitas teroris tersamar oleh aktivitas jual beli narkoba.

(Fajar Purwawidada, MH., M.Sc.)
Sumber: